PIAGAM MADINAH
Oleh: Agus Priyanto, Pendidikan sejarah (UNY)
Sebagaimana sudah diketahui, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik, karena batas antara ajaran Islam dengan persoalan politik sangatlah tipis. Sebab ajaran Islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib merupakan permulaan berdirinya pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan pemimpin pemerintahan. Adapun orang yang tinggal di yatsrib atau Madinah adalah
* Orang-orang muhajirin, yaitu kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
* Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
* Orang-orang Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Mereka masih memeluk “tradisi nenek moyang” mereka, yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.
Dengan adanya pluralitas masyarakat Madinah tersebut Nabi masih mengamati masyarakat tersebut. Beliau menyadari, tanpa adanya acuan bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk itu, konflik-konflik di antara berbagai golongan itu akan menjadi konflik terbuka dan pada suatu saat akan mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah. Hijrah Nabi ke Madinah disebabkan adanya permintaan penduduk Madinah dengan tujuan agar beliau dapat menyatukan masyarakat Madinah dan menjadi pemimpin mereka. Piagam ini disusun pada saat Beliau menjadi pemimpin pemerintahan di kota Madinah.
Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah
Piagam Madinah dibuat setelah umat muslim pindah ke Madinah. Karena persatuan umat muslim lebih kental dan berkembang lebih mudah daripada pada saat masih di mekah. Dan setelah nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin di Madinah, beliau membuat piagam Madinah yang salah satunya untuk umat islam dan untuk menjaga ukuwah islamiyah. Dan kemudian mendapat kedudukan yang kuat setelah adanya persetujuan Piagam Madinah.
Dan sebelum Nabi melaksanakan hijrah ke Madinah, beliau banyak mendapat ancaman dari kafir Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang Beliau alami, tapi juga diancam secara fisik. Bahkan beberapa kali diancam akan dibunuh. Tapi Nabi selalu sabar dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut. Kedatangan Nabi Muhammad ke Madinah membawa perubahan besar. Beliau mengajarkan penghapusan kelas antara orang kaya dengan orang miskin, golongan buruh dengan golongan juragan. Yang ada hanyalah hubungan persaudaraan, saling mengasihi dan menyantuni pada yang membutuhkan. Beliau telah dapat menciptakan jalinan yang suci dan murni dan telah berhasil mengikat suku Aus dan Khazraj dalam suatu hubungan cinta kasih dan persaudaraan.
Kota Madinah mempunyai hubungan yang sangat penting bagi diri nabi karena:
* Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW lahir dan dibesarkan di kota ini sbelum meninggal ia menetap di Makkah. Seperti yang kita tahu bahwa hubungan antara kakek dan nabi Muhammad SAW sangat erat dan penuh kasih sayang.
* Ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di Madinah. Nabi pernah ziarah ke sana bersama ibundanya. Namun Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah tersebut. jadi Madinah bukan tempat yang asing bagi Nabi
* Penduduk Madinah dari suku Arab bani Nadjar punya hubungan kekerabatan dengan Nabi.
* Sebagian besar penduduk kota Madinah punya mata pencaharian sebagai petani yang mempengaruhi sifatnya lebih ramah dibandingkan penduduk kota Makkah.
* adanya kabar akan datangnya Rasul akhir jaman sudah di dengar orang-orang Madinah dari orang-orang Yahudi di Madinah. Dan mereka menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama ini.
* Dan yang paling penting adalah hijrahnya nabi karena petunjuk dari Allah agar dalam menyiarkan agama Islam lebih terang-terangan.
Demikianlah reaksi penduduk Madinah yang sedang menanti kedatangan Rasul mereka. Dakwah yang disampaikan Nabi setiap musim haji di Baitullah, juga perjanjian Baitul Aqabah pertama dan kedua yang disepakati pada tahun ke-12 dan ke-13 pada saat kenabiannya menjadi lebih memudahkan jalan bagi Nabi untuk diterima di Madinah. Dengan Perjanjian Aqabah I dan II mempersiapkan Nabi dan kaum Muslimin secara psikologis dan sosiologis dalam pelaksanaan hijrah yang amat bersejarah. Sejak Nabi hijrah ke Madinah, sesudah menetap di sana, setelah masjid dan rumah beliau siap didirikan, tidak lain hidupnya hanya untuk menyiarkan agama Islam.
Sebagai seorang pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau menghadapi tiga kesulitan utama :
Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki kekayaan dan sumberdaya yang amat besar. Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan lingkungan hidup mereka. Dan karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar dan Muhajirin mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam kehidupan religius dan politik secara damai.
Tetapi akhirnya Nabi dapat mengatasi masalah tersebut secara damai dengan cara yang amat bijaksana. Mengenai masalah yang pertama dan kedua, beliau berhasil mengikat penduduk Madinah dalam suatu perjanjian yang saling menguntungkan. Sedangkan untuk mengatasi masalah yang ketiga beliau berhasil memecahkannya dengan jalan keluar yang amat bijak dan sangat jenius.
Untuk mengatasi adanya perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di antara mereka layaknya saudara kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua bersaudara yang baru dipersatukan tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak atas seperenam harta warisannya. Perlu diketahui hukum waris sebagaimana kita kenal sekarang belum berlaku saat itu.
Upaya yang dilakukan Rasul itu telah menjadi alat yang ampuh untuk mematikan segala perang saudara dan permusuhan yang dulu selalu timbul di antara mereka. Iklim baru ini sangat menunjang perkembangan agama Islam di Madinah. Sehingga dalam tempo yang amat pendek, tidak lebih dari dua belas bulan sesudah Rasul menetap di Madinah, menurut keterangan Ibnu Ishaq yang wafat dalam temp hari tidak ada lagi satu rumah orang Madinah yang belum Islam selain daripada suku kecil dari suku Aus.
Selama beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota Madinah dengan mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Beliau berusaha mencari jalan bagaimana agar penduduk asli dan kaum muhajirin dapat hidup berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan yang pertama dan kedua Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk Madinah baik Muslimin, Yahudi ataupun musyrikin.
Dalam perjanjian itu ditetapkan tugas dan kewajiban Kaum Yahudi dan Musyrikin Madinah terhadap Daulah Islamiyah di samping mengakui kebebasan mereka beragama dan memiliki harta kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi, sosial dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Musyrikin, maupun Yahudinya. Secara garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut :
* Bidang ekonomi dan sosialKeharusan orang kaya membantu dan membayar utang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan jiwa dan harta bagi segenap penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat, menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak ada perbedaan antara siapapun di depan pengadilan.
* Bidang militerAntara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi ataupun Musyrikin, segala urusan berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang menyelesaikan segala perselisihan antara warga negara. Dengan demikian jadilah beliau sebagai Qaaid Aam (panglima tertinggi) di Madinah. Keharusan bergotong royong melawan musuh sehingga bangsa Madinah merupakan satu barisan menuju tujuan. Dan tidak boleh sekali-kali kaum Musyrikin Madinah membantu Musyrikin Makkah (Quraisy). Baik dengan jiwa ataupun harta, dan menjadi kewajiban kaum Yahudi membantu belanja perang selama kaum Muslimin berperang.
Arti Penting Piagam Madinah
Adapun Piagam Madinah itu mempunyai arti tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah maka keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul di antara mereka.
Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah, khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima. Harapan ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam mempersatukan Madinah. Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah ini.
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau memperkecil pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga telah mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian. Piagam Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.
Referensi:
Ahmad, H. Zainal Abidin. 1973.Piagam Nabi Muhammad Saw, Jakarta : Bulan Bintang
H. Zainal Abidin Ahmad. 1977. Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang, Jakarta : Bulan Bintang
Ja’far Subhani. 1996.Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw, Jakarta : Lentera
www.wikipedia.org, diakses pada tanggal 20 November 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar