MASA DEPAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Demokrasi
di Indonesia mengalami keterpurukan terjadi pasca-reformaasi 1998. Seperti bayi
yang baru lahir yang belum tahu apa-apa dan masih menjunjung tinggi kejujuran,
tetapi setelah dewasa dan mengalami
berbagai hal kejujuran mulai dipertanyakan dan bahkan musnah dibawa debu.
Begitu juga dengan mereka yang ikut melengserkan Presiden Soeharto, awalnya
mereka mencitrakan bahwa mereka bersih namun banyak pula yang terjangkit money
politic. Kejujuran dipertanyakan dan dipermainkan untuk kepentingan diri
sendiri.
Demokrasi
menjadi jalan memuluskan niat mereka dengan segala cara demi kepentingan
pribadi diatas segalanya tanpa mempetimbangkan kepentingan umum. Dalam
membangun dan membendung kehancuran demokrasi yang telah ada sejak kemerdekaan
kita sangatlah sulit terkait dengan individu atau oknum-oknum tertentu yang
memiliki tujuan menghancurkan bangsa Indonesia. Kita lihat dan simak
benar-benar pemberitaan sekarang ini tentang spionase atau penyadapan yang
dilakukan oleh AS dan Australia, serta beberapa negara yang memiliki
kepentingan di negara ini. Memang benar, nasioalisme bangsa kita sangatlah
bagus dan diantara negara-negara yang mengalami spionase, rakyat Indonesia-lah
yang paling ramai dan paling semangat untuk melakukan protes. Namun tidak di
imbangi dengan pemerintah kita yang ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Bangsa
kita tanpa kita sadari menjadi medan perang bagi kaum politik dunia. Hal ini
terkait dengan mudahnya pengaruh yang masuk ke Indonesia dan mendoktrin
oknum-oknum tertentu untuk melakukan kekacauan di negara ini. Banyak pula
rakyat Indonesia yang miskin (miskin akan Ilmu Pengetahuan, Informasi, harta)
yang diperdaya oleh seseorang atau negara tertentu menjadi salah satu dari
informan atau mata-mata asing. Aksi terorisme dan aksi pemberontakan di
beberapa daerah menjadi salah satu tujuan mereka untuk menghancurkan bangsa ini
dengan pelan-pelan. Kita bisa lihat dalam sejarah pemberontakan kepada Jakarta
yaitu Pemberontakan PRRI, Permesta merupakan salah satu contohnya.
Bangsa
ini banyak yang menganggap bangsa yang demokratis dan memiliki prestasi yang
sangat baik menurut versi luar negeri. Namun, kita kebanyakan tidak berfikir,
mengapa mereka melakukan hal tersebut. Padahal kita belajar dari sejarah,
ketika kita diangkat akan prestasi-prestasi kita, kita siap-siap untuk
dijatuhkan kelubang kehancuran seperti yang terjadi tahun 1965. Kepentingan
negara-negara yang merasa terancam di negara kita, akaan melakukan segala cara
agar kita masih bisa menjadi budak-budak mereka, seperti kita menjadi negara
konsumtif.
Sesungguhnya
kita sudah mampu untuk memproduksi mobil, sepeda motor, barang elektronik,
pesawat dan lain-lainnya, tetapi ketika kita membuat perjanjian bilateral atau
dengan perusahaan asing, yang paling memberatkan adalah kita tidak boleh memproduksi
sendiri. Seolah-olah pemerintah kita yang dipersalahkan dan dianggap tidak
mendukung, hal ini karena kita disetting menjadi sebuah negara konsumtif agar
produk mereka laku.
Kembali
ke demokrasi kita, kita lihat otonomi daerah yang tidak berjalan dengan baik,
yangawal tujuannya adalah agar daerah bisa mengembangkan potensinya, tetapi
malah tidak bisa berkembang. Demokrasi kita memiliki kelemahan yang sangatlah
besar yang cenderung yang mayoritas yang diutamakan dan yang minoritas
disingkirkan, itulah dinegara kita. Mayotitas dapat menentukan pemimpin
sedangkan minoritas harus ikut saja dan belum tentu yang dipilih kaum mayoritas
dapat mengambil keputusan secara arif dan bijaksana.
Presiden Soekarno pernah mengatakan “akan terjadi bangsa sendiri akan menjajah
bangsanya sendiri” dan itu telah terjadi setelah lengsernya Soekarno dan yang
memperihatinkan sampai sekarang masih berlangsung. Apalagi adanya istilah: dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
dan bila kita lihat realita dalam masyarakat yang kaya semakin kaya, yang
miskin semakin miskin, berarti bangunan demokrasi, telah mengalami kehancuran
yang sangat membahayakan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya bagi
bangsa kita bangsa Indonesia.
Referensi
http://www.ugm.ac.id/id/berita/7526-empat.faktor.mengancam.demokrasi.indonesia